Menunggu

Mungkin kami bertemu saat matahari berada di puncak kala itu. Di persimpang jalan, di gedung kotak bercat merah muda, di ruang persegi yang disebut sebuah kelas. Dan , entah sejak kapan, tiba-tiba ada namanya yang bermuara di dasar sini; relung ini. Masih kuingat jelas kemarin kami masih berbagi cerita. Dia suka bercerita, sedang aku begitu suka mendengarnya. Barangkali itulah mengapa kami bisa begitu akrab. Ku ketuk kecil-kecil layar ponselku. Kubiarkan mataku terbenam pada sebuah potret gambar dirinya yang sedang bersamaku di pantai ini. Di sore seperti ini, terduduk di ujung jembatan buntu sambil menatap mozaik kilauan air laut seperti ini. Kugoreskan senyum tipis meski ada rasa menyayat perih saat menatap lamat-lamat siluet wajahnya.