Penyesalan

Untuk kesekian kalinya. Di waktu yang sama, halte yang sama, menunggu bis dengan jurusan yang sama kami berjumpa. Kami berdua berdiri berdekatan karena memang bangunan halte yang letaknya  membelah jalan raya ini begitu sempit. Bentuk haltenya seperti lorong memanjang. Kira - kira hanya cukup dilalui untuk dua orang yang berjalan beriringan. Karena banyaknya orang berlalu lalang kami jadi berdiri berdekatan dan tidak menutup kemungkinan lambat laun kami bisa menjadi akrab bukan?

Karena dia aku selalu menanti jam pulang kerja, lewat pukul lima sore tepatnya. Setiap berjalan pulang menuju halte ada perasaan gelisah di dalam dada. Entah gelisah karena apa. Setelah tiba di halte dan belum kudapati sosok dirinya, aku jadi makin gelisah. Lalu saat akhirnya kudapati sosok dirinya rasa gelisah itu berubah jadi rasa tenang. Aku seolah mempunyai seorang teman seperjalanan. Teman yang  menemaniku dalam sebuah perjalanan asing di jalanan kota. Meski kami tak pernah bertegur sapa atau bahkan melempar senyum. Hanya saja aku begitu menikmati dengan sebuah kehadiran.

Tapi sangat disayangkan, kami turun di halte yang berbeda. Padahal sebentar saja, aku ingin bersamannya sebentar lagi saja.

Sekarang hari - hariku berlanjut tanpa aku bisa melihatnya. Sudah beberapa bulan ini aku dipindah tempatkan di daerah pinggiran kota. Rute bis yang kulalui jadi berubah. Padahal aku yakin, sedikit lebih lama lagi kami akan saling bertegur sapa. Kali ini dia pasti marah padaku. Pada akhirnya aku pergi meski belum sempat melambaikan tangan dan mengatakan selamat tinggal.

Tolong jangan marah padaku. Jika suatu saat semesta berkonspirasi untuk mempertemukan kami kembali, akan ku pastikan untuk menyapa nya duluan. Menggariskan senyuman paling manis dan mengatakan "apa kabar?"

Apakah sudah terlambat sekarang?

Komentar