Melapangkan

Hari itu sungguh aneh. Aku yang begitu takut kehilanganmu, memilih pergi dan tak pernah kembali sejak saat itu. Aku tak mengerti. Tak ada yang benar - benar mengerti, begitupun dengan kau.

Waktu berlalu. Lalu aku yang sekarang?

Kupikir aku sudah berjalan jauh. Ternyata aku tidak pergi kemana - mana. Aku masih menunggu. Dan kau entahlah. Aku tak tahu.

Merindukanmu kadang datang diluar kendaliku. Tiba - tiba kau menjadi segalanya bagiku. Ada begitu banyak tempat yang ku impikan. Namun semuanya jadi tidak penting jika bukan kamu yang membersamai.

Di belakangmu, aku mengamati punggungmu yang semakin jauh, lalu hanya bayangmu kemudian kabut sembunyikanmu.

Aku menyayangimu. Namun justru tak bisa tinggal. Waktu akan terus meminta untuk melanjutkan. Kau memang berharga, tak mengapa bagiku menunggu sedikit lebih lama. Tapi aku takut gagal paham mengenaimu. Mengira kau akan datang padaku, ternyata kau terlambat datang karena sedang menuju orang lain. Mungkin.

Tak ada alasan untuk aku mengenggam tanganmu. Aku terlalu lelah menerka - nerka dan akhirnya perasaanku lah yang akan menjadi taruhan. Memilih mendamaikan hati ketimbang memuaskan perasaan, adalah hal yang paling kubutuhkan untuk dijalani saat ini.

Kini, aku tak berharap kau akan datang dan menuntaskan janjimu. Penantian bukanlah sebuah permainan yang coba kita pecahkan. Ia tentang semua rasa yang bisa mengacaukan dunia seseorang. Aku tahu, aku masih harus belajar caranya melepaskan dan merelakan. Memahami bahwa kau hanya lah orang baik yang yang tak sengaja mampir di hidupku.

Kau tahu, kadang yang memilih pergi lebih terluka daripada yang ditinggalkan. Meski senyum manis yang ia lempar. Karena kisah ini tentang aku yang merindukanmu. Dan aku yang tak bisa berbuat apa - apa selain menyimpannya.

Komentar